Pengertian Standar Asuhan
Kebidanan.
Standar
asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan atau tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.
Standar
pelayanan kebidanan berguna dalam penerapan norama dan tingkat kinerja yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan
akan sekaligus melindungi masyarakat, kerena penilaian terhadap proses dan
hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Dengan adanya standar
pelayanan, yang dapat dibandingkan dengan dasar yang jelas. Dengan adanya
standar pelayanan, yang dapat dibandingkan dengan pelayanan yang diperoleh,
maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap.
Suatu
standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, realistik, mudah
dilakukan dan dibutuhkan. Bila setiap ibu diharapkan mempunyai akses terhadap
pelayanan kebidanan, maka diperlukan standar pelayanan kebidanan untuk
penjagaan kualitas. Pelayanan berkualitas dapat dikatakan sebagai tingkat
pelayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, standar
penting untuk pelaksanaan, pemeliharaan, dan penilaian kualitas pelayanan. Hal
ini menunjukan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksanaan
pelayanan.
Masalah
yang ditemukan dalam penyusunan standar pelayanan kebidanan adalah bahwa
diantara apa yang telah biasa diterapkan dalam praktek, sebenarnya hanyalah
tindakan ritualistik, yang tidak didasarkan pada pengalaman praktek terbaik.
Dalam standar ini tindakan yang bersifat ritualistik, seperti melakukan
episiotomi secara rutin dan memandikan bayi segera setelah lahir, tidak
dianjurkan lagi. Perubahan standar pelayanan seperti itu didasarkan pada
pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Standar
pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang
diperlukan bidan dalam menjalani praktek sehari-hari. Standar ini juga dapat
digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum
pendidikan. Selain itu, standar pelayanan dapat membantu dalam penentuan
mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan. Ketika audit terhadap pelayanan
kebidanan pelayanan dilakukan, maka berbagai kekurangan yang berkaitan dengan
hal- hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara
lebih spesifik.
Identifikasi Ibu Hamil :
Tujuan : Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilannya.
Pernyataan Standar
:
Bidan
melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya
agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara
teratur.
Hasil
:
a. Ibu
memahami tanda dan gejala kehamilan.
b. Ibu,
suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini
dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan kehamilan.
c. Meningkatnya
cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 16 minggu.
Prasyaratan identifikasi ibu hamil
1. Bidan
bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan ibu dan
memastikan bahwa semua ibu hamil telah memeriksakan kehamilan secara dini dan
teratur.
2. Bidan
harus memahami :
a) Tujuan
pelayanan antenatal dan alasan ibu tidak memeriksakan kehamilannya secara dini.
b) Tanda
dan gejala kehamilan
c) Keterampilan
berkomunikasi secara efektif
3. Bahan
penyuluhan kesehatan yang tersedia dan sudah siap digunakan oleh bidan.
4. Mencatat
hasil pemeriksaan pada KMS Ibu hamil/Buku KIA dan Kartu Ibu.
5. Transportasi
untuk melakukan kunjungan ke masyarakat tersedia bagi bidan.
Bidan
harus :
1.
Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan
masyarakat secara teratur untuk menjelaskan tujuan pemeriksaan kehamilan kepada
ibu hamil, suami, keluarga maupun masyarakat.
2.
Bersama kader kesehatan mendata ibu
hamil serta memotivasinya agar memeriksakan kehamilannya sejak dini.
3.
Melalui komunikasi dua arah dengan
beberapa kelompok kecil masyarakat, dibahas manfaat pemeriksaan kehamilan.
4.
Melalui komunikasi dua arah dengan
pamong, tokoh masyarakat, ibu, suami keluarga dan dukun bayi, jelaskan prosedur
pemeriksaan kehamilan yang diberikan.
5.
Tekankan bahwa tujuan pemeriksaan
kehamilan adalah ibu dan bayi yang sehat pada akhir kehamilan. Ibu harus
melakukan pemeriksaan antenatal paling sedikit 4 kali. Satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga.
6.
Berikan penjelasan kepada seluruh ibu
tentang tanda kehamilan, dan fungsi tubuhnya.
7.
Bimbing kader untuk mendata/mencatat
semua ibu hamil di daerahnya.
8.
Perhatikan ibu bersalin yang tidak
pernah memeriksakan kehamilannya
9.
Jelaskan dan tingkatkan penggunaan KMS
Ibu hamil/Buku KIA dan Kartu Ibu.
Mengapa
Ibu Tidak Memeriksakan Kehamilannya :
Ada
banyak alasan mengapa ibu tidak melakukan pemeriksaan antenatal.
1. Ibu
seringkali tidak berhak memutuskan sesuatu, karena itu hak suami atau mertua,
sementara mereka tidak mengetahui perlunya memeriksakan kehamilan dan hanya mengandalkan
cara-cara tradisional.
2. Fasilitas
untuk pelayanan antenatal tidak memadai, tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
tidak memungkinkan kerahasiaan, harus menunggu lama atau perlakuan petugas
kurang memuaskan.
3. Beberapa
ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan kehamilannya, maka ibu tidak
melakukannya.
4. Transportasi
yang sulit, baik bagi ibu untuk memeriksakan kehamilan maupun bagi bidan untuk
mendatangi mereka.
5. Kurangnya
dukungan tradisi dan keluarga yang mengizinkan seorang wanita meninggalkan rumah
untuk memeriksakan kehamilan.
6. Takhayul
atau keraguan untuk memeriksakan kehamilan kepada petugas kesehatan (terlebih
bila petugasnya seorang laki-laki).
7. Ketidakpercayaan
dan ketidaksenangan pada tenaga kesehatan secara umum beberapa anggota masyarakat
tidak mempercayai semua petugas kesehatan pemerintah.
Ibu dan atau anggota
keluarga tidak mampu membayar atau tidak mempunyai waktu untuk memeriksakan
kehamilan.
18 Oktober 2015 pukul 15.10
siipz... mksh byk,, ini yg aq cari... :)