Pandangan
Agama Islam Tentang Aborsi
Di
dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَن
يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ
اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan
Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang
besar( Qs An Nisa’ : 93 )
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam
halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4
(empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Pendapat yang memperbolehkan
aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena
belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan
alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Pendapat
yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah
ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh
terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata
bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya
setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam
bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad,
dan Tirmidzi].
Maka
dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori
pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut. Firman Allah SWT:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ
رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا
بِه ِِ شَيْئا ً وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانا ً وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَق ٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
وَلاَ تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِه ِِ لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ
Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]". Demikian
itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami (nya).
Berdasarkan
dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau
telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah
suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Dalil
syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40
malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika
nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi
keputusan…” [HR. Muslim dari
Ibnu Mas’ud r.a.].
Hadits
di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota
tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian,
penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah
mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud
dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Jadi,
siapa saja yang melakukan aborsi baik dari pihak ibu, bapak maupun tenaga
kesehatan. Berarti mereka telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak
kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang
budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10
ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah
tersebut. Rasulullah Saw bersabda:
“Rasulullah
Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan
yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak
laki-laki atau perempuan…” [HR.
Bukhari dan Muslim, dari
Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum,
1998).
Sedangkan
aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz)
dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal
sebagai manusia.
Pendapat yang mengharamkan
aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al
Ghazali dalam kitabnya Ihya`
Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar
Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur)
maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa
yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin
jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan
lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai
dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi,
1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta
Hukum Islam, halaman 81; M.
Ali Hasan, 1995, Masail
Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, halaman 91-93; Mahjuddin,
1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai
Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat
yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab
kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur
dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada
kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.
Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim
Abduh dalam kitabnya Naqdh Al
Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang
ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita,
membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian
kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum
rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel
telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur
oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam
sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada
setelah pembuahan.
وَلاَ
تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “ (Q.S. Al Israa’:
33)
Namun
demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa
keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya
sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32).
Di
samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.
Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah
Saw bersabda:
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR.
Ahmad].
Kaidah
fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam
satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang
wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan
mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara
medis. Karena syariat memandang sang ibu
sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya. Dalam Islam dikenal prinsip
al ahamm wa al muhimmn (yang lebih penting dan yang penting), dalam kasus ini
dapat diartikan “mengambilan yang lebih kecil buruknya dari dua keburukan”. Di
Indonesia yang dimaksud dengan indikasi
medis
adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga
kesehatan
yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter
ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya
atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki
tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh
pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
Sedangkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu
menurut Undang-Undang abortus 1967 mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh
dijatuhi hukuman bila ia mengakhiri kehamilan dengan bantuan tenaga medis yang
sudah mempunyai izin bila tenaga medi tersebut memang melakukan abortus atas
dasar yang baik dengan syarat sebagai berikut:
1.
Bahwa melanjutkan
kehamilan dapat membahayakan kehidupan wanita hamil tersebut, atau dapat
mengganggu kesehatan mental dan fisik.
2.
Ada resiko yang
cukup hebat bahwa bila bayi diahirkan , bayi mungkin mengalami cacat fisik atau
mental yang cukup parah
Memang
mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang
ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun
menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan
keberadaan janin tersebut (Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pandangan
Agama Kristen Tentang Aborsi
Dalam
Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas
pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
a. Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu
belum memiliki nyawa.
Yer
1:5 ~ “Sebelum Aku
membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum
engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah
menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14; Yes
44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2;
Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
b. Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel
21:22-25 ~ Apabila ada
orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang
sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat
kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan
oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan
hakim. Tetapi jika perempuan itu
mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti
nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki,
lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.
c. Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan
Tuhan.
Yoh
9:1-3 ~ Waktu Yesus
sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia…”
Kis
17:25-29; Mzm 94:9; Rom
8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
d. Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan
Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom
8:28
e. Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia
dikorbankan. Apapun alasannya.
Kel
1:15-17 ~ Raja Mesir juga
memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang
bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong
perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu
lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan,
bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan
itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir
kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh
16:20-21; Yer 32:35; Mzm
106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13; Im
18:21, 24 dan 30
f. Anak-anak
adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej
30:1-2 ~ Ketika dilihat
Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya
itu, lalu berkata kepada Yakub: “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku
akan mati.” Maka bangkitlah amarah Yakub
terhadap Rahel dan ia berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi
engkau mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka dari
pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda.
Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan
semuanya itu. Ia tidak akan mendapat
malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
Pandangan
Agama Katolik Tentang Aborsi
Gereja
mengajak kita untuk menghormati hidup manusia sejak dari awal, oleh karena itu
dapat dikatakan dengan tegas, kita menolak adanya pengguguran. Hal ini ditulis
dengan jelas dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci Roma pada
tanggal 10 Maret 1987, yaitu Dokumen Donum Vitae. Dan dokumen ini
bersumberkan pada Kitab Suci sendiri yaitu larangan membunuh orang yang tidak
bersalah (bdk. Kel 20:13 dan Ul 5:17).
Jadi
iman katolik menolak dengan tegas abortus atau pengguguran dengan cara dan
alasan apa pun. Sekalipun aborsi itu dilakukan dengan alasan kesehatan dari si
ibu. Atau karena rasa belas kasihan karena melihat anak yang akan dilahirkan
itu nanti cacat (cacat fisik atau cacat mental) sehingga dianggap tidak
memiliki masa depan yang baik kecuali penderitaan. Bahkan katolik juga menolak
aborsi terhadap bayi yang dikandung akibat kecelakaan (ibu diperkosa atau hasil
pergaulan bebas dan sebagainya). Tidak ada satu orang pun yang berhak mengambil
jiwa seseorang, sekalipun ia masih manusia kecil dalam kandungan.
Allah berkata kepada Yeremia: “Sebelum Aku membentuk engkau
dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi
Nabi bagi bangsa-bangsa”(Yer 1: 4-5). Allah sudah mengenal Yeremia ketika ia
masih dalam kandungan ibunya, Allah menguduskan dia, dan menetapkannya menjadi
seorang nabi. Seandainya ibu Yeremia melakukan pengguguran, “Yeremialah” yang
terbunuh. Ibu Yeremia masih belum mengetahui nama bayi yang dikandungnya, tapi
Allah sudah memberikan nama kepadanya. Ibu Yeremia belum mengetahui bahwa bayi
dalam kandungannya akan menjadi nabi Allah yang besar, tapi Allah sudah
menetapkannya. Seandainya bayi itu digugurkan, maka Allah akan sangat merasa
kehilangan.
Alkitab mengatakan, bahwa Yohanes pembabtis penuh dengan roh
kudus ketika ia masih berada dalam rahim ibunya. Allah mengutus malaikat-Nya
kepada Zakharia untuk memberitahukan bahwa istrinya akan melahirkan seorang
anak laki-laki dan bahkan memberitahukan nama yang harus diberikan pada bayi
itu. Zakharia diberitahu bahwa,”Banyak orang akan bersuka cita atas
kelahirannya, sebab ia akan menjadi besar dalam pandangan Allah”(Luk 1:
11-17).Allah mengenal Yohanes dengan baik dan Ia mempunyai rencana khusus bagi
kehidupan Yohanes Pembabtis di dunia ini selagi ia masih berada dalam rahim
ibunya.
Malaikat Gabriel juga memberitahukan kepada Maria:
“Sesungguhnya engkau mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan
hendaklah engkau menamai Dia, Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut
anak Allah yang maha tinggi dan kerajaan-Nya tidak berkesudahan”(luk 1: 31-33).
Dari beberapa kutipan kitab suci di atas, kita lihat bahwa
Allah tidak menunggu sampai bayi itu dapat bergerak atau sudah betul-betul siap
untuk lahir, baru Allah mengenal dan mengasihinya sebagai seorang
manusia.Sesungguhnya, hanya Allah yang berhak memberi atau mencabut
kehidupan.(Ul 32:39) Hanya Dia yang berhak membuka dan menutup kandungan.
Tetapi manusia dengan tangannya sendiri telah mengundang malapetaka. Ibu-ibu
dengan alasan-alasan egoisnya dan dokter-dokter dengan alat-alatnya yang tajam
telah mempermainkan Allah karena telah menghilangkan kehidupan sang bayi dalam
kandungan ibunya.
Magisterium Gereja
Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi,
karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani
Gereja sepanjang sejarah.
1.
Konsili Vatikan II, Gaudium
et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri,
misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran
(aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang
melanggar keutuhan pribadi manusia, …. apa pun yang melukai martabat manusia,
seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang
sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan
wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan,
sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan…. itu
semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji.
Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih
mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung
ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang
Pencipta.”
2.
Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae
Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia
adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara
langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah.” Maka manusia tidak
mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia
tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena
pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi
kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
3.
Dalam surat ensiklik yang sana
Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek perkawinan yaitu persatuan (union)
dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation). Maka “usaha interupsi/
pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan terutama, aborsi
yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah
mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan
kelahiran.”
4.
Karena hidup manusia dimulai
saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan diperlakukan
sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi,
hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup.
5.
Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium
Vitae menekankan bahwa Injil Kehidupan (the Gospel of Life) yang
diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya telah menggema di hati semua orang.
Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan akan mengenali hukum
kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15) tentang kesakralan
kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan dengan demikian
dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup. Sesungguhnya
atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas manusia dan
komunitas politik didirikan.
6.
Paus Yohanes Paulus II kemudian
menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi.
Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan
aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan
kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan
dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh”[8]. Maka keduanya
sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang
tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang
egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu beban untuk pencapaian
cita-cita/ personal fulfillment.
7.
Paus Yohanes Paulus II
menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya “culture of death”
di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan.[9] Dalam
mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap
sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang
sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang
diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau
maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan
berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).
Tidak mengherankan, karena aborsi
adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini
membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga
kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang
tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan. Ibu yang mengandung bayi banyak
menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan
komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian.
Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute
di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko
50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses
perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko
tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai
peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril,
kerusakan cervix
Di atas semua itu adalah tekanan
kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi.
Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang
berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri
sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang
diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social
Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator):
98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah
melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous
breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.Ini belum menghitung adanya akibat
negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin
memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk
mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri,
tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan
dengan ajaran Katolik.
Salah
satu perwujudan ketegasan iman Gereja dalam menolak aborsi atau pengguguran ini
adalah adanya sanksi bagi mereka yang terlibat. Mereka yang terlibat menyangkut
ibu yang mengugurkannya, suami yang membiarkan atau mendukung pengguguran itu,
semua orang yang mendukung pengguguran itu, para dokter dan perawat yang
terlibat dalam operasi pengguguran, serta penjual alat-alat aborsi seperti pil
RU-486 yang memudahkan tindakan aborsi.Paus Yohanes Paulus II dengan
kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang
menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang
telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur.
Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun
juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan
dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah
kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah
kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan
menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam
melihat makna kehidupan manusia. Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter,
petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah
dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu
sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga
tidak lagi mau melakukannya.
Sanksi aborsi termuat dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja no.
1398, yaitu berupa ekskomunikasi otomatis, atau pengucilan dari kehidupan Gereja.
Seandainya walaupun Gereja dan lingkungan tidak mengetahui bahwa seseorang
telah jatuh ke dalam dosa ini, namun Tuhan tetap mengetahuinya dan kita tidak
bisa melarikan diri dari hukuman Tuhan. Sehingga apabila dia dalam keadaan dosa
ini tetap menerima sakramen, berarti dia menambah dosanya sendiri.
1.
Mereka yang
terkena sanksi ekskomunikasi otomatis ini tidak diperkenankan untuk ikut
berpartisipasi dalam berbagai acara doa bersama, misalnya: Perayaan Ekaristi,
sakramen lainnya dan sebagainya (Kan. 1331).
2.
Sanksi
ekskomunikasi otomatis ini hanya bisa dihilangkan melalui penerimaan Sakramen
Tobat atau Sakramen Pengampunan Dosa. Bahkan untuk menunjukkan ketegasannya,
Gereja pada awalnya menetapkan bahwa hanya Uskup yang berwenang memberikan
Sakramen Tobat kepada mereka yang terlibat dalam pengguguran ini. dalam
perkembangan selanjutnya, demi pelayanan pastoral yang memadai, kekuasaan itu
didelegasikan kepada semua imam.
3.
Kasih
Tuhan tercurah kepada setiap orang, termasuk juga manusia kecil yang baru
diciptakan-Nya. Marilah kita juga mencintai si manusia kecil ini seperti kita
mencintai diri kita sendiri. Kalau di dalam diri kita, kita meyakini bahwa
Allah hadir dan berkarya, niscaya kita akan sadar pula karya Tuhan dalam diri
si manusia kecil. Oleh karena itu, lihatlah Dia yang hadir dalam diri manusia
kecil ini (bdk. Mrk 12:28-34).
Pandangan
Agama Hindu Tentang Aborsi
Aborsi
dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma”
yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti,
dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan
nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada
jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh
manusia. Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas
kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur Panus Karma”, penciptaan manusia yang
utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
“Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa
Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I
Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana,
sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat
berubah nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen.
Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai : Ari-ari,
Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu
membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika
Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka
Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau
roh dalam tubuh bayi.
Oleh
karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa.
Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam
uta ma no arbhakam” artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.
Atharvaveda X.1.29: “Anagohatya vai bhima” artinya: Jangan membunuh bayi yang
tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29: “Ma no gam asvam purusam vadhih”
artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri
Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena
Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri
keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan
sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu
sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava
Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut
Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena
bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh
para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia
karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology
Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya”. Oleh karena itu maka suatu rangkaian
logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan
(pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh
anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan
melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Prilaku manusia menurut
Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian
diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang mempunyai
banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian
nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam
batas perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai
dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya
direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu
bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih,
setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian. Hubungan
sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih
sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk
atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh
karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata
untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak
dikenal dan tidak dibenarkan.
Pandangan
Agama Budha Tentang Aborsi
Dalam
pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau
membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu. Dari sudut
pandang Buddhis aborsi bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan.
Agama Buddha, umat Buddha terdiru dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat
awam. Seorang pabbajita mutlak tidak boleh melakukan aborsi karena melanggar
vinaya yaitu parajjika. Tetapi sebagai umat awam aborsi boleh dilakukan dengan
alasan yang kuat. Misal janin dalam kandungan dalam kondisi abnormal yang dapat
membahayakan kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan ibu. Aborsi dalam
agama Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan yang dapat
menimbulkan karma buruk. Tetapi agama Buddha tidak melarang secara multak orang
yang melakukan aborsi. Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat dilakukan
dengan berbagai pertimbangan. Hal terbaik untuk tidak melakukan aborsi adalah
menghindari terjadinya aborsi misal tidak melakukan hubungan seks bebas yang
bisa memungkinkan terjadinya aborsi. Dalam kasus lain yang tidak dapat
dihindari untuk terjadinya aborsi boleh dilakukan dengan alasan tidak ada cara
lain yang terbaik dan dengan alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan
dengan kondisi yang sangat sulit akan tetapi seminimal mungkin untuk
menghindari terjadinya aborsi karena dalam agama buddha aborsi merupakan suatu
pembunuhan yang tidak diperbolehkan karena menghilangkan nyawa suatu mahluk
yang mengakibatkan karma buruk.
Dalam
agama budha perlakuan aborsi tidak dibenarkan karena suatu karma harus
diselesaikan dengan cara yang baik, jika tidak maka akan timbul karma yang
lebih buruk lagi.
Syarat yang harus
dipenuhi terjadinya makhluk hidup :
a. Mata
utuni hoti: masa subur seorang wanita
b. Mata
pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c. Gandhabo
paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan
baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang
memiliki energi karma
Dari
penjelasan di atas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan
aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu
panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai
berikut:
a) Ada
makhluk hidup (pano)
b) Mengetahui
atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada
kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d) Melakukan
pembunuhan (upakkamo)
e) Makhluk
itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila
terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi
pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma
maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung
pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku
saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang
sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan
akibat di kemudian hari.
Dalam
Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh
makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan
kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan
dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya
tidaklah akan panjang".
19 April 2014 pukul 00.50
This article is really helping.. Thanks a lot!